Kesehatan Mental Pelajar: Prioritas Baru dalam Sistem Pendidikan Nasional

Isu kesehatan mental pelajar kini menjadi sorotan utama dan diakui sebagai prioritas baru yang mendesak dalam sistem pendidikan nasional. Tekanan akademik, lingkungan sosial di sekolah, tuntutan orang tua, hingga paparan media sosial dapat memberikan dampak signifikan pada kondisi psikologis siswa. Menyadari pentingnya aspek ini, upaya holistik diperlukan untuk menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya mencerdaskan secara intelektual, tetapi juga mendukung kesejahteraan mental para generasi penerus bangsa.

Fenomena gangguan kesehatan mental pelajar seperti stres, kecemasan, depresi, hingga kasus bullying (baik fisik maupun siber) semakin sering dilaporkan. Banyak siswa yang mungkin kesulitan mengelola emosi atau menghadapi tekanan tanpa dukungan yang memadai. Kurangnya pemahaman dari pihak sekolah atau orang tua terkadang membuat masalah ini terabaikan, padahal dampaknya bisa fatal, memengaruhi prestasi belajar, hubungan sosial, bahkan memicu tindakan ekstrem. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada akhir tahun 2024 menunjukkan peningkatan kasus kekerasan dan bullying yang berujung pada masalah kesehatan mental di kalangan remaja.

Untuk mengatasi tantangan kesehatan mental pelajar ini, sistem pendidikan perlu mengintegrasikan pendekatan yang lebih komprehensif. Pertama, peningkatan kesadaran dan edukasi tentang kesehatan mental bagi seluruh warga sekolah – siswa, guru, dan staf – adalah kunci. Program sosialisasi dan lokakarya dapat membantu menghilangkan stigma terkait gangguan mental dan mendorong siswa untuk berani mencari bantuan. Kedua, kehadiran konselor sekolah yang terlatih dan memadai menjadi sangat penting. Mereka harus mampu memberikan dukungan psikologis, melakukan deteksi dini, dan merujuk kasus yang membutuhkan penanganan lebih lanjut kepada profesional kesehatan mental. Pada Rabu, 19 Juni 2025, sebuah webinar nasional yang diselenggarakan oleh Asosiasi Guru Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) membahas urgensi peningkatan rasio dan kualitas konselor di setiap sekolah.

Ketiga, menciptakan lingkungan sekolah yang aman, inklusif, dan suportif adalah fondasi utama. Sekolah harus menerapkan kebijakan anti-bullying yang tegas dan menyediakan saluran pengaduan yang aman bagi siswa. Kegiatan ekstrakurikuler yang mendorong pengembangan minat dan bakat, serta program literasi digital yang mengajarkan penggunaan media sosial secara sehat, juga dapat berkontribusi pada kesehatan mental pelajar.

Pada akhirnya, menjadikan kesehatan mental pelajar sebagai prioritas bukan hanya tanggung jawab satu pihak, melainkan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Dengan membangun ekosistem pendidikan yang peduli dan responsif terhadap kebutuhan psikologis siswa, kita dapat memastikan mereka tumbuh menjadi individu yang sehat, bahagia, dan siap menghadapi masa depan.