Pentingnya Literasi Keuangan: Mempersiapkan Siswa SMA Mengelola Uang Sebelum Masuk Dunia Kuliah/Kerja

Masa transisi dari Sekolah Menengah Atas (SMA) menuju dunia kuliah atau profesional adalah periode yang krusial, ditandai dengan peningkatan kebebasan dan tanggung jawab, termasuk dalam hal finansial. Sayangnya, banyak siswa lulusan SMA yang tidak dibekali dengan keterampilan dasar untuk mengelola uang, sebuah celah besar yang dapat dicegah melalui penguatan Literasi Keuangan. Keterampilan ini tidak hanya mencakup kemampuan menghitung, tetapi juga pemahaman yang mendalam tentang anggaran, tabungan, investasi dasar, dan manajemen utang. Dengan pemahaman Literasi Keuangan yang kuat, siswa SMA akan lebih siap menghadapi godaan konsumtif di bangku kuliah atau tantangan mengelola gaji pertama di dunia kerja.

Minimnya Literasi Keuangan di kalangan remaja seringkali menjadi akar masalah utang mahasiswa dan keputusan finansial yang buruk di usia muda. Menurut survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir tahun 2024, tingkat inklusi keuangan di kalangan pelajar SMA/SMK memang tinggi, namun tingkat literasi keuangannya masih berada di bawah rata-rata nasional. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun siswa memiliki akses ke produk keuangan (seperti tabungan), mereka belum sepenuhnya memahami cara kerja produk tersebut atau bagaimana menggunakannya untuk mencapai tujuan jangka panjang. Sekolah, oleh karena itu, harus mengambil peran aktif sebagai benteng pertahanan pertama dalam mengajarkan prinsip-prinsip finansial yang kokoh.

Integrasi Literasi Keuangan yang efektif dalam kurikulum SMA tidak harus menjadi mata pelajaran terpisah, melainkan dapat disuntikkan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, seperti Ekonomi, Matematika, atau bahkan Sosiologi, melalui proyek-proyek praktikal. Misalnya, dalam pelajaran Ekonomi, siswa dapat ditugaskan untuk membuat dan mengelola simulasi anggaran bulanan untuk seorang mahasiswa yang tinggal jauh dari orang tua, termasuk menghitung biaya kos, makanan, transportasi, dan alokasi dana darurat. Contoh lain yang lebih spesifik, pada tanggal 12 November 2025, Dinas Pendidikan Kota Semarang mengadakan workshop “Cerdas Berinvestasi Dini” yang menargetkan siswa kelas XII, di mana mereka diperkenalkan pada konsep reksa dana dan saham blue chip sebagai alternatif menabung yang melawan inflasi.

Selain itu, penting untuk mengajarkan siswa tentang perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, serta risiko utang konsumtif. Fenomena pinjaman online (pinjol) yang mulai merambah remaja adalah alarm keras akan urgensi pemahaman Literasi Keuangan sejak dini. Sekolah dan orang tua harus bekerja sama untuk mendorong kebiasaan menabung jangka pendek dan jangka panjang. Dengan membekali siswa SMA dengan pengetahuan yang spesifik mengenai cara membuat anggaran yang efektif, memahami bunga pinjaman (baik kartu kredit maupun pinjol), dan pentingnya asuransi dasar, kita tidak hanya mengajarkan mereka tentang uang, tetapi juga tentang disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian. Literasi Keuangan adalah bekal wajib untuk kesuksesan finansial di masa depan, menjadikannya kompetensi yang sama pentingnya dengan nilai akademik yang cemerlang.